MAKALAH TEKNIK PENANGKAPAN IKAN (BUBU)

MAKALAH TEKNIK PENANGKAPAN IKAN
(BUBU)

logo ump hitam.jpg

Oleh 
Robiansyah            (131110257)
                                             

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2015


PENDAHULUAN
1.  Latar belakang
Potensi sumberdaya ikan di Indonesia cukup besar mengingat luasnya wilayah perairan yang ada di Indonesia. Jenis-jenis ikan yang ekonomis penting dan memiliki harga jual tinggi antara lain adalah ikan kakap, kerapu, baronang, ekor kuning, dan lain-lain. Pada umumnya harga jual komoditas perikanan tersebut akan lebih tinggi jika dipasarkan dalam kondisi hidup.
Pemanfaatan sumberdaya ikan dilakukan dengan berbagai jenis alat penangkapan ikan. Salah satu jenis alat penangkapan ikan yang umumnya digunakan adalah bubu (trap). Ikan hasil tangkapan bubu memiliki beberapa kelebihan, antara lain tertangkap dalam kondisi hidup (segar) serta tidak mengalami kerusakan fisik karena ruangan bubu yang relatif luas yang memungkinkan ikan dapat bergerak bebas di dalamnya. Ikan-ikan yang tertangkap dalam kondisi demikian memiliki harga jual yang relatif tinggi.
Usaha perikanan bubu (trap) telah berkembang dengan baik di seluruh perairan Indonesia, terutama di wilayah pesisir yang memiliki habitat terumbu karang. Umumnya ikan-ikan yang menjadi target penangkapan adalah jenis ikan karang yangt memiliki nilai jual tinggi, seperti ikan kakap, kerapu, baronang, ekor kuning, lobster, gurita, dan lain-lain.
Alat tangkap bubu dapat terbuat dari kayu, bambu, plastik, jaring, ataupun kawat. Pengoperasiannya dilakukan secara pasif, yaitu menunggu ikan masuk ke dalam bubu dan terperangkap hingga tidak dapat keluar. Dalam pengoperasiannya, adakalanya nelayan menyamarkan bubu dengan cara menimbun dengan bongkahan karang, sehingga dapat menimbulkan kerusakan terumbu karang. Menurut Sukmara dkk. (2001), pemasangan bubu yang demikian dapat menyebabkan terumbu karang terbongkar, patah dan mengalami kematian.
Penggunaan alat bantu penangkapan, seperti umpan (bait), pada bubu dasar atau bubu karang merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan efektivitas penangkapan dan sekaligus dapat mencegah masalah kerusakan terumbu karang. Beberapa ahli perikanan sependapat bahwa umpan merupakan alat bantu perangsang yang mampu memikat sasaran penangkapan dan sangat berpengaruh untuk meningkatkan efektivitas alat tangkap. Menurut Gunarso (1985), ikan akan memberikan respon terhadap lingkungan sekelilingnya melalui indera penciuman dan penglihatan. Tertariknya ikan terhadap umpan disebabkan oleh rangsangan berupa rasa, bau, bentuk, gerakan dan warna. Kebanyakan ikan akan memberikan reaksi jika benda yang dilihat bergerak, mempunyai bentuk, warna dan bau.
Lebih lanjut Gunarso (1985) menjelaskan bahwa pengetahuan tentang berbagai jenis makanan yang biasa dimakan ikan sangat berguna untuk usaha penangkapan ikan, terutama dari jenis-jenis yang ekononis penting. Hal ini terkait dengan penggunaan jenis makanan sebagai umpan ikan yang menjadi target penangkapan.
2. Tujuan
    Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :
    1. Penulis dapat mendiskripsikan penegrian alat tangkap ikan khususnya bubu.
    2. Penulis dapat mengetahui spesifikasi alat tangkap (alat dan kegunaan) bubu.
    3. Penulis dapat mengetahui cara pengoperasian alat tangkap bubu tersebut.   
3. Manfaat
    Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu dapat menjadi masukan bagi penulis sebagai pengetahuan dan menamabah wawasan tentang alat tangkap ikan .


BAB I

1.1 Deskripsi Alat Tangkap
   
Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap
Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap “ traps “ dan penghadang “guiding barriers”. Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar. Bubu merupakan alat tangkap pasif, tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi, jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama ftshing pots atau fishing basket.(Tiyoso, S.J. 1979.).
Bubu adalah perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu masuk dan dapat diangkat ke beberapa daerah penangkapan dengan mudah, dengan atau tanpa perahu (Rumajar, 2002). Menurut Martasuganda, (2005)Teknologi penangkapan menggunakan bubu banyak dilakukan di negaranegara yang menengah maupun maju. Untuk skala kecil dan menengah banyak dilakukan di perairan pantai, hampir seluruh negara yang masih belum maju perikanannya, sedangkan untuk negara dengan sistem perikanan yang maju pengoperasiannya dilakukan dilepas pantai yang ditujukan untuk menangkap ikan-ikan dasar, kepiting, udang yang kedalamannya 20 m sampai dengan 700 m. Bubu skala kecil ditujukan untuk menagkap kepiting, udang, keong, dan ikan dasar di perairan yang tidak begitu dalam.
Anung, A. dan H.R. Barus. (2000), menyatakan bahwa Bentuk dari bubu bermacam-macam yaitu bubu berbentuk lipat, sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjakan (kubus), atau segi banyak, bulat setengah lingkaran dan lain-lainnya. Secara garis besar bubu terdiri dari badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan bubu berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tapi tidak dapat keluar dan pintu bubu merupakan bagaian temapat pengambilan hasil tangkapan.

BAB 2
SPESIFIKASI ALAT TANGKAP BUBU

  1. Jenis-Jenis Bubu

           Dalam operasionalnya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu :
     1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots).
               Bubu yang daerah operasionalnya berada di dasar perairan.
     2. Bubu Apung (Floating Fish Pots).
   Bubu yang dalam operasional penangkapannya diapungkan.
     3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots).
   Bubu yang dalam operasional penangkapannya dihanyutkan.
Disamping ketiga bubu yang disebutkan di atas, terdapat beberapa jenis bubu yang lain  seperti :
              4.  Bubu Jermal.
          Termasuk jermal besar yang merupakan perangkap pasang surut (tidal trap).
              5.  Bubu Ambai.
    Disebut juga ambai benar, bubu tiang, termasuk pasang surut ukuran kecil.
              6.  Bubu Apolo.
    Hampir sama dengan bubu ambai, bedanya ia mempunyai 2 kantong, khusus
    menangkap udang rebon.


B. Konstruksi Bubu

Bentuk bubu bervariasi. Ada yang seperti sangkar (cages), silinder (cylindrical),gendang,         segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat setengah lingkaran, dll. Bahan bubu umumnya dari anyaman bambu (bamboo`s splitting or-screen).
   Secara umum, bubu terdiri dari bagian-bagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeh, pintu.
  • Badan (body).
Berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung.
  • Mulut (funnel).
Berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tidak dapat keluar.
  • Pintu.
Bagian tempat pengambilan hasil tangkapan.

    1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots)
Untuk bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi, menurut besar kecilnya yang dibuat menurut kebutuhan. Untuk bubu kecil, umumnya berukuran panjang 1m, lebar 50-75 cm, tinggi 25-30 cm. untuk bubu besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5 m, lebar 2 m, tinggi 75-100 cm.

2. Bubu Apung (Floating Fish Pots)
Tipe bubu apung berbeda dengan bubu dasar. Bentuk bubu apung ini bisa silindris, bisa juga menyerupai kurung-kurung atau kantong yang disebut sero gantung. Bubu apung dilengkapi dengan pelampung dari bambu atau rakit bambu yang penggunaannya ada yang diletakkan tepat di bagian atasnya.

  3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)
Bubu hanyut atau “ pakaja “ termasuk bubu ukuran kecil, berbentuk silindris, panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m.

4. Bubu Jermal
Ukuran bubu jermal, panjang 10 m, diameter mulut 6 m, besar mata pada bagian badan 3 cm dan kantong 2 cm.

 5. Bubu Ambai
Bubu ambai termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang keseluruhan antara 7-7,5 m. bahan jaring terbuat dari nilon (polyfilament). Jaring ambai terdiri dari empat bagian menurut besar kecilnya mata jaring, yaitu bagian muka, tengah, belakang dan kantung. Mulut jaring ada yang berbentuk bulat, ada juga yang berbentuk empat persegi berukuran 2,6 x 4,7 m. pada kanan-kiri mulut terdapat gelang, terbuat dari rotan maupun besi yang jumlahnya 2-4 buah. Gelang- gelang tersebut dimasukkan dalam banyaknya jaring ambai dan dipasang melintang memotong jurusan arus. Satu deretan ambai terdiri dari 10-22 buah yang merupakan satu unit, bahkan ada yang mencapai 60-100 buah/unit.

6. Bubu Apolo
Bahan jaring dibuat dari benang nilon halus yang terdiri dari bagian-bagian mulut, badan, kaki dan kantung. Panjang jaring keseluruhan mencapai 11 m. Mulut jaring berbentuk empat persegi dengan lekukan bagian kiri dan kanan. Panjang badan 3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar 0,60 m. pada ujubg kaki terdapat mestak yang selanjutnya diikuti oleh adanya dua kantung yang panjangnya 1,60 m dan lebar 0,60 m.



BAB III

3.1. Teknik pengoperasian dan cara kerja alat tangkap bubu
    Dalam operasionalnya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu :

1.  Bubu Dasar (Ground Fish Pots).: Bubu yang daerah operasionalnya berada di dasar perairan. Untuk bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi, menurut besar kecilnya yang dibuat menurut kebutuhan. Untuk bubu kecil, umumnya berukuran panjang 1m, lebar 50-75 cm, tinggi 25-30 cm. untuk bubu besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5m, lebar 2 m, tinggi 75-100 cm. Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe (Caranx spp), Baronang (Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), Ekor kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam (Lethrinus spp), udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll (Anonim. 2007).

2. Bubu Apung (Floating Fish Pots): Bubu yang dalam operasional penangkapannya diapungkan. Tipe bubu apung berbeda dengan bubu dasar. Bentuk bubu apung ini bisa silindris, bisa juga menyerupai kurung-kurung atau kantong yang disebut sero gantung. Bubu apung dilengkapi dengan pelampung dari bambu atau rakit bambu yang penggunaannya ada yang diletakkan tepat di bagian atasnya. Hasil tangkapan bubu apung adalah jenis-jenis ikan pelagik, seperti tembang, japuh, julung-julung, torani, kembung, selar, dll. Pengoperasian Bubu apung dilengkapi pelampung dari bambu atau rakit bambu, dilabuh melalui tali panjang dan dihubungkan dengan jangkar. Panjang tali disesuaikan dengan kedalaman air, umumnya 1,5 kali dari kedalaman air, (Anonim. 2007).
3.      Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots) : Bubu yang dalam operasional penangkapannya dihanyutkan. Bubu hanyut atau “ pakaja “ termasuk bubu ukuran kecil, berbentuk silindris, panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m. Hasil tangkapan bubu hanyut adalah ikan torani, ikan terbang (flying fish). Pada waktu penangkapan, bubu hanyut diatur dalam kelompok-kelompok yang kemudian dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya sehingga jumlahnya banyak, antara 20-30 buah, tergantung besar kecil perahu/kapal yang digunakan dalam penangkapan (Anonim. 2007).

Operasi penangkapan dilakukan sebagai berikut :
1.   Pada sekeliling bubu diikatkan rumput laut.
2.   Bubu disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui tali penonda (drifting line). Penyusunan kelompok (contohnya ada 20 buah bubu) : 10 buah diikatkan pada ujung tali penonda terakhir, kemudian kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah dan selanjutnya 4 buah, lalu disambung dengan tali penonda yang langsung diikatkan dengan perahu penangkap dan diulur sampai ± antara 60 -150 m (Anonim. 2007).   






BAB IV

A.Kesimpulan
      kontruksi alat tangkap bubu terdiri dari badan (body), mulut (funnel),atau ijeb,pintu,tali,penanda dan umpan. Tehnik pengoperasian alat tangkap bubu dimulai dari setting sampai hauling yang diperlukan beberapa hari untuk mendapatkan hasil tangkapan.aplikasi bubu terhadap hasil tangkapan ikan yaitu memiliki produktivitas tangkapan yang cukup tinggi dan merupakan alat tangkap ramah lingkungan yang digunakan untuk keberlanjutan usaha perikanan.

B.Saran
     Perlu dikembangkan dan disosialisasikan kembali alat tangkap ramah lingkungan misalnya bubu. hal ini dikarenakan dengan menggunakan alat tangkap ramah lingkungan maka suatu usaha perikanan dapat berkelanjutan dan lestari. Selain itu, dikarenakan sudah terjadi kerusakan lingkungan perairan akibat alat tangkap yang berbahaya dan merusak lingkungan. Apabila alat tangkap ramah lingkungan dapat berkembang dan dimodifikasi lebih maju diharapkan menjadi alat tangkap yang efektif dan efisien dalam kegiatan penangkapan ikan.


   








DAFTAR PUSTAKA


Tiyoso, S.J. 1979. Alat-alat Penangkapan Ikan yang Tak Memungkinkan Ikan
Kembali (Non-Return Traps). Karya Ilmiah (tidak dipublikasikan). Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 106 hal.
Anung, A. dan H.R. Barus. 2000. Pengaruh Jumlah Mulut, Jenis Umpan dan Lama     Perendaman Bubu terhadap Hasil Tangkapan Ikan Demersal di Selat Sunda. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan 1999/2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan. Jakarta. Hal 133-139.












Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH TEKNIK BUDIDAYA SEMI INTENSIF

MAKALAH EKOLOGI IKAN ( ADAPTASI IKAN TERHADAP PERUBAHAN SUHU )